Minggu, 21 September 2014

husain bin ali bin abu talib

-Tulisan berikut ini diterjemahkan dari tulisan dan sebagian ceramah Syaikh Utsman al-Khomis, seorang ulama yang terkenal sebagai pakar dalam pembahasan Syiah-.
Pembahasan tentang terbunuhnya cucu Rasulullalllah, asy-syahid Husein bin Ali ‘alaihissalam telah banyak ditulis, namun beberapa orang ikhwan meminta saya agar menulis sebuah kisah shahih yang benar-benar bersumber dari para ahli sejarah. Maka saya pun menulis ringkasan kisah tersebut sebagai berikut –sebelumnya Syaikh telah menulis secara rinci tentang kisah terbunuhnya Husein di buku beliau Huqbah min at-Tarikh-.
Pada tahun 60 H, ketika Muawiyah bin Abu Sufyan wafat, penduduk Irak mendengar kabar bahwa Husein bin Ali belum berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah, maka orang-orang Irak mengirimkan utusan kepada Husein yang membawakan baiat mereka secara tertulis kepadanya. Penduduk Irak tidak ingin kalau Yazid bin Muawiyah yang menjadi khalifah, bahkan mereka tidak menginginkan Muawiyah, Utsman, Umar, dan Abu Bakar menjadi khalifah, yang mereka inginkan adalah Ali dan anak keturunannya menjadi pemimpin umat Islam. Melalui utusan tersebut sampailah 500 pucuk surat lebih yang menyatakan akan membaiat Husein sebagai khalifah.
Setelah surat itu sampai di Mekah, Husein tidak terburu-buru membenarkan isi surat itu. Ia mengirimkan sepupunya, Muslim bin Aqil, untuk meneliti kebenaran kabar baiat ini. Sesampainya Muslim di Kufah, ia menyaksikan banyak orang yang sangat menginginkan Husein menjadi khalifah. Lalu mereka membaiat Husein melalui perantara Muslim bin Aqil. Baiat itu terjadi di kediaman Hani’ bin Urwah.
Kabar ini akhirnya sampai ke telinga Yazid bin Muawiyah di ibu kota kekhalifahan, Syam, lalu ia mengutus Ubaidullah bin Ziyad menuju Kufah untuk mencegah Husein masuk ke Irak dan meredam pemberontakan penduduk Kufah terhadap otoritas kekhalifahan. Saat Ubaidullah bin Ziyad tiba di Kufah, masalah ini sudah sangat memanas. Ia terus menanyakan perihal ini hingga akhirnya ia mengetahui bahwa kediaman Hani’ bin Urwah adalah sebagai tempat berlangsungnya pembaiatan dan di situ juga Muslim bin Aqil tinggal.
Ubaidullah menemui Hani’ bin Urwah dan menanyakannya tentang gejolak di Kufah. Ubaidullah ingin mendengar sendiri penjelasan langsung dari Hani’ bin Urwah walaupun sebenarnya ia sudah tahu tentang segala kabar yang beredar. Dengan berani dan penuh tanggung jawab terhadap keluarga Nabi (Muslim bin Aqil adalah keponakan Nabi), Hani’ bin Urwah mengatakan, “Demi Allah, sekiranya (Muslim bin Aqil) bersembunyi di kedua telapak kakiku ini, aku tidak akan memberitahukannya kepadamu!” Ubaidullah lantas memukulnya dan memerintahkan agar ia ditahan.
Mendengar kabar bahwa Ubaidullah memenjarakan Hani’ bin Urwah, Muslim bin Aqil bersama 4000 orang yang membaiatnya mengepung istana Ubaidullah bin Ziyad. Pengepungan itu terjadi di siang hari.
Ubaidullah bin Ziayd merespon ancaman Muslim dengan mengatakan akan mendatangkan sejumlah pasukan dari Syam. Ternyata gertakan Ubaidullah membuat takut Syiah (pembela) Husein ini. Mereka pun berkhianat dan berlari meninggalkan Muslim bin Aqil hingga tersisa 30 orang saja yang bersama Muslim bin Aqil, dan belumlah matahari terbenam hanya tersisa Muslim bin Aqil seorang diri.
Muslim pun ditangkap dan Ubaidullah memerintahkan agar ia dibunuh. Sebelum dieksekusi, Muslim meminta izin untuk mengirim surat kepada Husein, keinginan terakhirnya dikabulkan oleh Ubaidullah bin Ziyad. Isi surat Muslim kepada Husein adalah “Pergilah, pulanglah kepada keluargamu! Jangan engkau tertipu oleh penduduk Kufah. Sesungguhnya penduduk Kufah telah berkhianat kepadamu dan juga kepadaku. Orang-orang pendusta itu tidak memiliki pandangan (untuk mempertimbangkan masalah)”. Muslim bin Aqil pun dibunuh, padahal saat itu adalah hari Arafah.
Husein berangkat dari Mekah menuju Kufah di hari tarwiyah. Banyak para sahabat Nabi menasihatinya agar tidak pergi ke Kufah. Di antara yang menasihatinya adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Abu Said al-Khudri, Abdullah bin Amr, saudara tiri Husein, Muhammad al-Hanafiyah dll.
Abu Said al-Khudri radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Sesungguhnya aku adalah seorang penasihat untukmu, dan aku sangat menyayangimu. Telah sampai berita bahwa orang-orang yang mengaku sebagai Syiahmu (pembelamu) di Kufah menulis surat kepadamu. Mereka mengajakmu untuk bergabung bersama mereka, janganlah engkau pergi bergabung bersama mereka karena aku mendengar ayahmu –Ali bin Abi Thalib- mengatakan tentang penduduk Kufah, ‘Demi Allah, aku bosan dan benci kepada mereka, demikian juga mereka bosan dan benci kepadaku. Mereka tidak memiliki sikap memenuhi janji sedikit pun. Niat dan kesungguhan mereka tidak ada dalam suatu permasalahan (mudah berubah pen.). Mereka juga bukan orang-orang yang sabar ketika menghadapi pedang (penakut pen.)’.
Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Aku hendak menyampaikan kepadamu beberapa kalimat. Sesungguhnya Jibril datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian memberikan dua pilihan kepada beluai antara dunia dan akhirat, maka beliau memilih akhirat dan tidak mengiginkan dunia. Engkau adalah darah dagingnya, demi Allah tidaklah Allah memberikan atau menghindarkan kalian (ahlul bait) dari suatu hal, kecuali hal itu adalah yang terbaik untuk kalian”. Husein tetap enggan membatalkan keberangkatannya. Abdullah bin Umar pun menangis, lalu mengatakan, “Aku titipkan engkau kepada Allah dari pembunuhan”.
Setelah meneruskan keberangkatannya, datanglah kabar kepada Husein tentang tewasnya Muslim bin Aqil. Husein pun sadar bahwa keputusannya ke Irak keliru, dan ia hendak pulang menuju Mekah atau Madinah, namun anak-anak Muslim mengatakan, “Janganlah engkau pulang, sampai kita menuntut hukum atas terbunuhnya ayah kami”. Karena menghormati Muslim dan berempati terhadap anak-anaknya, Husein akhirnya tetap berangkat menuju Kufah dengan tujuan menuntut hukuman bagi pembunuh Muslim.
Bersamaan dengan itu Ubaidullah bin Ziyad telah mengutus al-Hurru bin Yazid at-Tamimi dengan membawa 1000 pasukan untuk menghadang Husein agar tidak memasuki Kufah. Bertemulah al-Hurru dengan Husein di Qadisiyah, ia mencoba menghalangi Husein agar tidak masuk ke Kufah. Husein mengatakan, “Celakalah ibumu, menjauhlah dariku”. Al-Hurru menjawab, “Demi Allah, kalau saja yang mengatakan itu adalah orang selainmu akan aku balas dengan menghinanya dan menghina ibunya, tapi apa yang akan aku katakan kepadamu, ibumu adalah wanita yang paling mulia, radhiallahu ‘anha”.
Saat Husein menginjakkan kakinya di daerah Karbala, tibalah 4000 pasukan lainnya yang dikirim oleh Ubaidullah bin Ziyad dengan pimpinan pasukan Umar bin Saad. Husein mengatakan, “Apa nama tempat ini?” Orang-orang menjawab, “Ini adalah daerah Karbala.” Kemudian Husein menanggapi, “Karbun (musibah) dan balaa’ (bencana).”
Melihat pasukan dalam jumlah yang sangat besar, Husein radhiallahu ‘anhu menyadari tidak ada peluang baginya. Lalu ia mengatakan, “Aku ada dua alternatif pilihan, (1) kalian mengawal (menjamin keamananku) pulang atau (2) kalian biarkan aku pergi menghadap Yazid di Syam.
Engkau pergi menghadap Yazid, tapi sebelumnya aku akan menghadap Ubaidullah bin Ziyad terlebih dahulu kata Umar bin Saad. Ternyata Ubadiullah menolak jika Husein pergi menghadap Yazid, ia menginginkan agar Husein ditawan menghadapnya. Mendengar hal itu Husein menolak untuk menjadi tawanan.
Terjadilah peperangan yang sangat tidak imbang antara 73 orang di pihak Husein berhadapan dengan 5000 pasukan Irak. Kemudian 30 orang pasukan Irak dipimpin oleh al-Hurru bin Yazid at-Tamimi membelot dan bergabung dengan Husein. Peperangan yang tidak imbang itu menewaskan semua orang yang mendukung Husein, hingga tersisa Husein seorang diri. Orang-orang Kufah merasa takut dan segan untuk membunuhnya, masih tersisa sedikit rasa hormat mereka kepada darah keluarga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ada seorang laki-laki yang bernama Amr bin Dzi al-Jausyan –semoga Allah menghinakannya- melemparkan panah lalu mengenai Husein, Husein pun terjatuh lalu orang-orang mengeroyoknya, Husein akhirnya syahid, semoga Allah meridhainya. Ada yang mengatakan Amr bin Dzi al-Jausyan-lah yang memotong kepala Husein sedangkan dalam riwayat lain, orang yang menggorok kepala Husein adalah Sinan bin Anas, Allahu a’lam. Yang perlu pembaca ketauhi Ubaidullah bin Ziyad, Amr bin Dzi al-Jausyan, dan Sinan bin Anas adalah pembela Ali (Syiah nya Ali) di Perang Shiffin.
Ini adalah sebuah kisah pilu yang sangat menyedihkan, celaka dan terhinalah orang-orang yang turut serta dalam pembunuhan Husein dan ahlul bait yang bersamanya. Bagi mereka kemurkaan dari Allah. Semoga Allah merahmati dan meridhai Husein dan orang-orang yang tewas bersamanya. Di antara ahlul bait yang terbunuh bersama Husein adalah:
–          Anak-anak Ali bin Abi Thalib: Abu Bakar, Muhammad, Utsman, Ja’far, dan Abbas.
–          Anak-anak Husein bin Ali: Ali al-Akbar dan Abdullah.
–          Anak-anak Hasan bin Ali: Abu Bakar, Abdullah, Qosim.
–          Anak-anak Aqil bin Abi Thalib: Ja’far, Abdullah, Abdurrahman, dan Abdullah bin Muslim bin Aqil.
–          Anak-anak dari Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib: ‘Aun dan Muhammad.
Dari Ummu Salamah bawasanya Jibril datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “…Jibril mengatakan, “Apakah engkau mencintai Husein wahai Muhammad?” Nabi menjawab, “Tentu” Jibril melanjutkan, “Sesungguhnya umatmu akan membunuhnya. Kalau engkau mau, akan aku tunjukkan tempat dimana ia akan terbunuh.” Kemudian Nabi diperlihatkan tempat tersebut, sebuah tempat yang dinamakan Karbala. (HR. Ahmad dalam Fadhailu ash-Shahabah, ia mengatakan hadis ini hasan). Adapun berita-berita bahwa langit menurunkan hujan darah, dinding-dinding berdarah, batu yang diangkat lalu di bawahnya terdapat darah, dll. karena sedih dengan tewasnya Husein, berita-berita ini tidak bersumber dari rujukan yang shahih.
Benarkah Sikap Husein ‘alaihissalam Pergi ke Irak?
Tidak ada kemaslahatan dalam hal dunia maupun akhirat dari sikap Husein ‘alaihissalam yang keluar menuju Irak. Oleh karena itu, banyak sahabat Nabi yang berusaha mencegahnya dan melarangnya berangkat ke Irak. Husein pun menyadari hal itu dan ia sempat hendak pulang, namun anak-anak Muslim bin Aqil memintanya mengambil sikap atas terbunuhnya ayah mereka. Husein dengan penuh tanggung jawab tidak lari dari permasalahan ini. Dari peristiwa ini tampaklah kezaliman dan kesombongan orang-orang Kufah (Syiah-nya Husein) terhadap ahlul bait Nabi ‘alaihumu ash-shalatu wa salam.
Sekiranya Husein ‘alaihissalam menuruti nasihat para sahabat tentu tidak terjadi peristiwa ini, akan tetapi Allah telah menetapkan takdirnya. Terbunuhnya Husein ini tentu saja tidak sebesar peristiwa terbunuhnya para Nabi, semisal dipenggalnya kepala Nabi Yahya oleh seorang raja, karena calon istri raja tersebut meminta kepala Nabi Yahya bin Zakariya sebagai mahar pernikahan. Demikian juga dibunuhnya Nabi Zakariya oleh Bani Israil, dan nabi-nabi lainnya. Demikian juga dengan dibunuhnya Umar dan Utsman. Semua kejadian itu lebih besar dibanding dengan peristiwa dibunuhnya Husein ‘alaihissalam.
 Bagaimana Sikap Kita Terhadap Peristiwa Karbala?
Tidak diperbolehkan bagi umat Islam, apabila disebutkan tentang kematian Husein, maka ia meratap dengan memukul-mukul pipi atau merobek-robek pakaian, atau bentuk ratapan yang semisalnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukan termasuk golongan kami, orang-orang yang menampar-nampar pipi dan merobek saku bajunya.” (HR. Bukhari).
Seorang muslim yang baik, apabila mendengar musibah ini hendaknya ia mengatakan sebuah kalimat yang Allah tuntunkan dalam firman-Nya,
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعونَ
“Orang-orang yang apabila mereka ditimpa musibah, mereka mengtakan sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami akan kembali.” (QS. Al-Baqarah: 155)
Tidak pernah diriwayatkan bahwa Ali bin Husein atau putranya Muhammad, atau Ja’far ash-Shadiq atau Musa bin Ja’far radhiallahu ‘anhum, para imam dari kalangan ahlul bait maupun selain mereka pernah memukul-mukul pipi mereka, atau merobek-robek pakaian atau berteriak-teriak, dalam rangka meratapi kematian Husein. Tirulah mereka kalau engkau tidak bisa serupa dengan mereka, karena meniru orang-orang yang mulia itu adalah kemuliaan.
Tidak seperti orang-orang yang mengaku Syiah (pembela) Husein, Syiahnya ahlul bait Nabi pada hari ini, mereka merusak anggota tubuh, memukul kepala dan tubuh dengan pedang dan rantai, mereka katakan kami bangga menyucurkan darah bersama Husein. Demi Allah, sekiranya mereka berada pada hari dimana Husein terbunuh mereka akan turut serta dalam kelompok pembunuh Husein karena mereka adalah orang-orang yang selalu berhianat.
Posisi Yazid Dalam Peristiwa Ini
Dalm permasalahan ini, Yazid sama sekali tidak turut campur. Aku mengakatakan hal ini bukan untuk membela Yazid tetapi hanya untuk mendudukan permasalahan yang sebenarnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Yazid bin Muawiyah tidak memerintahkan untuk membunuh Husein. Ini adalah kesepatakan para ahli sejarah. Yazid hanya memerintahkan Ubaidullah bin Ziyad agar mencegah Husein untuk memasuki wilayah Irak. Ketika Yazid mendengar tewasnya Husein, Yazid pun terkejut dan menangis. Setelah itu Yazid memuliakan keluarga Husein dan mengamankan anggota keluarga yang tersisa sampai ke daerah mereka. Adapun riwayat yang menyatakan bahwa Yazid merendahkan perempuan-perempuan ahlul bait lalu membawa mereka ke Syam, ini adalah riwayat yang batil. Bani Umayyah (keluarga Yazid) selalu memuliakan Bani Hasyim (keluarga Rasulullah).
Sebelumnya Yazid telah mengirim surat kepada Husein ketika di Mekah, ternyata saat surat itu tiba Husein telah berangkat menuju Irak. Surat itu berisikan syair dari Yazid untuk melunakkan hati Husein agar tidak berangkat ke Irak dan Yazid juga menyatakan kedekatan kekerabatan mereka. Bibi Yazid, Ummu Habibah adalah istri Rasulullah dan kakek (Jawa: mbah buyut) Yazid dan Husein adalah saudara kembar.
Kepala Husein
Tidak ada riwayat yang shahih yang menyatakan bahwa kepala Husein dikirim kepada Yazid di Syam. Husein tewas di Karbala dan kepalanya didatangkan kepada Ubaidullah bin Ziyad. Tidak diketahui dimana makamnya dan makam kepalanya.
Wallahu Ta’ala a’la wa a’lam, wa shallallahu ‘ala nabiyyina muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.

syeikh abdul qadir jailani


Suatu hari Shaikh Abdul Qadir al Jaelani dan beberapa murid-muridnya sedang dalam perjalanan di padang pasir dengan telanjang kaki. Saat itu bulan Ramadhan dan padang pasirnya panas. Beliau mengatakan, "Aku sangat haus dan luar biasa lelahnya. Murid-muridku berjalan di depanku. Tiba-tiba awan muncul di atas kami, seperti sebuah payung yang melindungi kami dari panasnya matahari. Di depan kami muncul mata air yang memancar dan sebuah pohon kurma yang sarat dengan buah yang masak. Akhirnya datanglah sinar berbentuk bulat, lebih terang dari matahari dan berdiri berlawanan dengan arah matahari. 

Dia berkata, "Wahai para murid Abdul Qadir, aku adalah Tuhan kalian. Makan dan minumlah karena telah aku halalkan bagi kalian apa yang aku haramkan bagi orang lain!" Murid-muridku yang berada di depanku berlari ke arah mata air itu untuk meminumnya, dan ke arah pohon kurma untuk dimakannya. Aku berteriak kepada mereka untuk berhenti, dan aku putar kepalaku ke arah suara itu dan berteriak, "Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk!" 
"Awan, sinar, mata air dan pohon kurma semuanya hilang. Iblis berdiri dihadapan kami dalam rupanya yang paling buruk. Dia bertanya, "Bagaimana kamu tahu bahwa itu aku?" Aku katakan pada Iblis yang terkutuk yang telah dikeluarkan Allah dari rahmatNya bahwa firman Allah bukan dalam bentuk suara yang dapat didengar oleh telinga ataupun datang dari luar. Lebih lagi aku tahu bahwa hukum Allah tetap dan ditujukan kepada semua. Allah tidak akan mengubahnya ataupun membuat yang haram menjadi halal bagi siapa yang dikasihiNya. 

Mendengar ini, Iblis berusaha menggodanya lagi dengan memujinya, "Wahai Abdul Qadir," katanya, "Aku telah membodohi tujuh puluh nabi dengan tipuan ini. Pengetahuanmu begitu luar dan kebijakanmu lebih besar daripada nabi-nabi itu!" Kemudian menunjuk kepada murid-muridku dia melanjutkan, "Hanya sekian banyak orang-orang bodoh saja yang menjadi pengikutmu? Seluruh dunia harusnya mengikutimu, karena kamu sebaik seorang nabi." 
Aku mengatakan, "Aku berlindung darimu kepada Tuhanku yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Karena bukanlah pengetahuanku ataupun kebijakanku yang menyelematkan aku darimu, tetapi hanya dengan rahmat dari Tuhanku."

datu bajanggut

beliau adalah orang yang ber kepribadiaan yang amat luhur, serta zuhud dan wara ..
beliau adalah orang yang ikut serta dalam pembangun mesjid Agung Al-Karomah martapura ..
sewaktu itu beliau bergelar Lothoh, pergilah beiau bersama 3 keluarga nya mengambil kayu ulin beserta syeikh muhammad afif atau dikenal datu landak ..
beliau termasuk zuriyat oleh syeikh muhammad arsyad al-banjary.
tugas beliau sewaktu berangkat mencari kayu ulin tersebut hanya menjadi tukang pijat bagi ke 3 keluarga nya tersebut ..

jikalau tidak khilaf beliau mempunyai 4 istri.
istri yg tertua yaitu bertempat di pesayangan .. dan melahirkan 7 orang anak ..
lalu beliau berpindah ke tungkaran ( kampung keramat ).
selama 3 hari beliau di tungkaran sekeluarga tiada makan, anak pun tidak berani mempertanyakan makan apa kita hari ini. sampai di hari ke 4 anak beliau pun memberanikan diri untuk mengatakan bahwa diri nya lapar ..
setelah itu beliau mengambil batu, dan batu tersebut pun dimasak oleh istri beliau hingga 3 sampai 4 bulan tidak makan melainkan meminum air tanggaran batu tsb ..
baru lah tanaman beliau berbuah seperti singkong dll ..
batu tsb pun masih ada dan sangat banyak orang yg mencari nya
ternyata batu dan piring cangkir beliau tsb beliau lempar ke dalam sumur yg berada di samping makam beliau.
al-hasil skrg banyak org yg jauh-jauh dtg hanya untuk mengambil barokah air yg ada di dalam sumur tsb. dan ada yg tidak percaya cerita ini, lalu dia mengambil botol dan mengambil air yg berada di sumur itu sambil berkata " jikalau benar didalam sumur ini ada batu beliau, maka air yg ada di botol ini pasti akan menjadi batu. "
tatkala diangkat botol tersebut masya allah, separu air yg ada di dalam botol tersebut menjadi batu layak nya es batu ( keras ) ..
dan ada pula habib yg ziarah dan engambil barokah air itu dgn mengambil barokah wali dan semoga mendapat keturunan, setelah 4 bulan istri beliau hamil ..

dan ada pula habaib yg ziarah mengatakan " ini memang sumur org wali, jadi tergantung innamal a'amalu binniyat saja lagi "

tentang riwayat sumur tsb pun tidak diketahui oleh guru ramli yg menjadi petugas makam beliau selama 4 tahun, adapun kejadian nya berawal dari orang banjar yg datang ziarah selama 40 hari 40 malam .. sewaktu hari ke 40 org banjar tsb di temui oleh syeikh umar yg memberi amanah agar sumur tsb dicari dan di bersihkan oleh guru ramli ..
setelah itu disampaikan lah amanah tsb kpd guru ramli dan langsung beliau cari bersama org banjar itu .. setelah di pukul-pukul tanah sekitar makam, ternyata keluar air itu ke atas hingga sekitar 2 meter lebih ..

beliau juga mempunyai beberapa karangan perukunan yg beliau bagi sampai ke pengaron ..

di ceritakan oleh anak beliau yg perempuan bernama jambrud yg berumur sekitar 150 thn, menceritakan kepadaku guru ramli : " sebelum beliau wafat, beliau menabuk lubang, betakun anak sidin, gasan apa pian menabuk lubang bah ?". beliau menjawab " kena nyaman luh ae mun urang kada tahu xwa langsung mengubur ja lagi "
ternyata 4 hari kemudian beliau wafat, beluman waktu siang banar sudah datangan urg dalam pagar, telok selong, ada yg membawa kain, ada yg membawa macam-macam tu pang.. pas 40 hari bini sidin yg ke empat buik ke log gobang, bini yg kedua kdd bisi anak, bini yg ke tiga iya yg di sungai danau banyak bisi anak "
Demikian lah riwayat beliau ini semoga berkat riwayat singkat beliau ini, kita dimudahkan urusan dunia dan akhirat dan mati khusnul khothimah ..
Aamiin.

datu bagul

Tak banyak riwayat yang bisa kita kupas dari seorang waliullah yang bernama Syaikh Aminullah atau Datu Bagul ini. Hanya saja, berdasarkan kisah yang disampaikan Paman Fauzan, seorang penjaga makam Datu Bagul di Desa Tungkaran, Martapura, Datu Bagul wafat kira-kira 287 tahun yang lalu, atau lebih dahulu ketimbang Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjary atau Datu Kalampayan (wafat 200-an tahun lalu).

Jika diperkirakan bahwa beliau wafat sekitar 287 tahun lalu, maka diperkirakan, tahun beliau wafat adalah 1726. Wallahu a'lam. Menurut Paman Fauzan, warga Desa Tungkaran, Datu Bagul adalah yang mula-mula mendiami kawasan Tungkaran tersebut yang dulunya adalah kawasan hutan dan berdataran tinggi, alias bebas banjir ketimbang kawasan langganan banjir lainnya seperti Tunggul Irang, Pingaran, Astambul, Dalam Pagar dan lain-lain di pesisir Sungai Martapura.

Dikatakannya, berdasarkan kisah yang disampaikan Syaikh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau Guru Sekumpul, Datu Bagul sebenarnya bernama asli Syaikh Aminullah, berasal dari Persia, Timur Tengah. "Guru Sekumpul mengetahui nama asli beliau, ketika Guru Sekumpul sering berkhalwat di makam ini puluhan tahun lalu. Bahkan, Datu Bagul sendiri yang memberitahukan nama asli beliau kepada Guru Sekumpul, di mana ketika itu, Guru Sekumpul secara kasyaf bisa bertemu bahkan berangkulan dengan Syaikh Aminullah sebagai sesama waliullah," beber Paman Fauzan.

Datu Bagul menurut Guru Sekumpul adalah seorang habaib, atau masih keturunan Rasulullah SAW dari anaknya Siti Fatimah yang berkawin dengan Sayyidina Ali RA. "Menurut Guru Sekumpul, beliau sangat alim. Bahkan, sejarahnya tak banyak dikisahkan Guru Sekumpul. Kata Guru Sekumpul, Datu Bagul itu hanyalah gelaran dari penduduk setempat, yang sebenarnya nama asli beliau adalah Syaikh Aminullah, berasal dari Persia dan masih keturunan Rasulullah SAW," ungkapnya.

Paman Fauzan menceritakan, dari riwayat yang ia himpun dari cerita para tetuha, Syaikh Aminullah memang sudah diperintahkan Rasulullah SAW untuk hijrah dari Persia ke Tanah Banjar yang kala itu di bawah kekuasaan Kesultanan Banjar. "Beliau datang semata-mata untuk mensyiarkan agama Islam. Konon, beliau menggunakan sebuah kapal yang cukup besar, lengkap dengan barang-barang dagangannya. Selain berdagang, beliau memberikan pengajaran agama Islam kepada penduduk Banjar," jelasnya.

Sehingga suatu masa tibalah bagi Syaikh Aminullah berkhalwat di tengah hutan. Kapal dagangnya pun disandarkan di tepi bukit. "Di sebelah belakang makam ini, dulunya adalah danau yang luas dan dalam, sehingga kapal bisa masuk dari arah Sungai Martapura. Seiring waktu, kapal itu tenggelam atau bagaimana saya kurang mengerti. Namun, menurut para ulama yang kasyaf, memang di kawasan ini banyak khazanah-khazanah di dalam perut buminya, baik berupa intan maupun emas batangan, wallahu a'lam," kisahnya. Hanya saja, khazanah itu masih ghaib, dan suatu masa kelak, khazanah itu akan keluar dengan sendirinya ke permukaan. "Menurut para tetuha, intan akan keluar dari perut bumi, layaknya batu-batu kerikil. Meski banyak di ditemukan, namun intan sudah tak terlalu berharga. Di zaman itu, semua orang kaya-kaya," beber Paman Fauzan dengan tertawa.

Hanya saja, memang ada yang berdasarkan petunjuk Datu Bagul, mendulang intan di kawasan seputar makam itu, dan memang ada ditemukan beberapa butir intan.

Memang sebelum tahun 1975, untuk ke Tungkaran, warga Pekauman, Dalam Pagar atau Kampung Kramat, dan juga Keraton, mesti naik jukung. Barulah setelah itu ada jalan rintisan seiring program ABRI Masuk Desa. Bahkan, dahulu, Guru Sekumpul hobi berburu burung ke kawasan ini, sehingga untuk menuju Tungkaran yang dulunya dikenal Karang Tengah, Guru Sekumpul naik perahu.

Setelah sekian lama berkhalwat di tengah hutan di dalam pondokannya, Datu Bagul wafat. Oleh penduduk setempat, beliau dimakamkan di halaman pondokan beliau sendiri. Lokasi makam ini dulunya bernama Murung Binjai atau Murung Nangka. "Jadi, makam beliau sekarang ini, dulunya halaman pondok beliau. Beliau tak memiliki istri dan juga anak," ungkapnya.

Paman Fauzan sendiri mengaku dipercayakan oleh Julak Kasim menjaga makam Datu Bagul. Menurutnya, Julak Kasim yang baru beberapa tahun lalu wafat, cukup dekat dengan Guru Sekumpul dan kalangan habaib.

Kubah menurut cerita dibina oleh Guru Sekumpul sekitar tahun 1980-an, sementara mushalla di lokasi tersebut menurut cerita dibina oleh H Harun, seorang sudagar asal Pesayangan, Martapura. Bahkan, kebun karet yang ada sekarang, dimiliki beliau yang kemudian diwariskan kepada anaknya, H Ijai. .

"Dikisahkan, H Harun sempat khawatir, bangunan mushalla di samping makam yang dibangunnya mubazir, karena memang jauh dari pemukiman penduduk. Lalu beliau meminta Guru Idris untuk menanyakan soal tersebut ke Guru Sekumpul. Belum lagi Guru Idris berkata, Guru Sekumpul sudah mengatakan bahwa mushalla tersebut kelak akan berguna. Guru Sekumpul berkata, 'Belum lagi atap mushalla itu ada, aku sudah sembahyang di situ'," kisahnya.

Sebelum tahun 2005, jalan dari Sungai Sipai ke Tungkaran dan menuju kubah masih jalan setapak dan berbatu. "Kemudian ada kisah bahwa Pak Rudy Ariffin, Bupati Banjar hendak maju menjadi calon gubernur Kalsel. Pak Rudy sowan ke Guru Sekumpul. Lalu oleh Guru Sekumpul, Pak Rudy disarankan untuk mengaspal jalan menuju kubah Datu Bagul sekalian bernazar di kubah tersebut. Singkat cerita, jalan sudah bagus dan tak lama kemudian, Pak Rudy menang sebagai Gubernur Kalsel pada 2005," ungkapnya.

Selanjutnya, karena berkah Datu Bagul tersebut terasa, sekali lagi Rudy Ariffin bernazar bahwa akan membangunkan kubah yang megah jika terpilih lagi sebagai gubernur. Rupanya, Rudy Ariffin lagi-lagi dipercaya rakyat Kalsel di 2010 lalu. Kubah Datu Bagul pun dibangun beton dan megah, hingga selesai 2011 lalu.

"Kita tak bisa menafikan keberkahan waliullah. Jangankan urusan akhirat, urusan dunia bisa saja diperlancar dengan berkat waliullah. Wajar saja jika hal itu terjadi, karena mereka (waliullah) itu dekat (washil) kepada Rasulullah SAW dan dekat kepada Allah SWT," ucap Paman Fauzan. Menurutnya, para waliullah itu di pandangan mata kepala wafat namun sebenarnya hanya berpindah alam, dan hakikatnya mereka tetap hidup dan masih mendapat limpahan rizqi dari sisi Allah SWT.

"Bahkan, mereka selola berdoa untuk umat Rasulullah baik bagi yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka juga mengaminkan doa para peziarah. Hakikatnya, peziarah itu adalah tamu yang tentunya mereka (waliullah) itu akan menghormat kepada tamunya dan mengaminkan doa para peziarah," cetusnya.

Menurut Paman Fauzan, para wali yang sudah berpindah alam, senang jika makamnya diziarahi, sehingga Rasulullah sangat menganjurkan kepada umatnya untuk berziarah ke makam aulia meski hanya sebentar atau seperahan susu, sedetik dua detik, karena nilainya bagaikan beribadah 1.000 tahun.

Paman Fauzan mengaku pernah bimbang ketika di musim banjir 2006 lalu, di mana musim paceklik, sehingga ia lalu munajat kepada Allah dengan bertawasul melalui Datu Bagul. "Alhamdulillah, benih tak lama bisa ditanam. Namun, masalah muncul lagi ketika menjelang panen, hama tikus menyerang. Sekali lagi saya bertawasul, anehnya, lahan milik saya seperti tak diminati tikus-tikus. Para tikus hanya berkeliaran saja tanpa banyak memakan padi. Tahun itu, saya panen dengan cukup memuaskan, sementara petani lain panennya kurang bagus," katanya.

Subhanallah, semoga bermanfaat manaqib Datu Bagul yang sederhana ini...

kitab berencong

Menurut riwayat, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari pernah bertemu dengan Datu Sanggul sewaktu masih menuntut ilmu di Mekkah. Dalam beberapa kali pertemuan tersebut, keduanya kemudian sharing dan diskusi masalah ilmu ketuhanan. Hasil dari diskusi mereka tersebut kemudian ditulis dalam sebuah kitab yang oleh orang Banjar dinamakan kitab Barencong. Siapakah Datu Sanggul?
Berdasarkan tutur lisan yang berkembang dalam masyarakat dan beberapa catatan dari beberapa orang penulis buku, sepengetahuan penulis setidaknya ada tiga versi yang menjelaskan tentang sosok dan kiprah Datu Sanggul.
Versi Pertama menyatakan bahwa Datu Sanggul adalah putra asli Banjar. Kehadirannya menjadi penting dan lebih dikenal sejarah lewat lisan dan berita Syekh Muhammad. Arsyad yang bertemu dengannya ketika beliau masih belajar di Mekkah. Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa Datu Sanggul pernah berbagi ilmu dengan Syekh Muhammad Arsyad dan melahirkan satu kitab yang disebut dengan kitab Barencong yang isinya menguraikan tentang ilmu tasawuf atau rahasia-rahasia ketuhanan dan sampai sekarang masih menjadi bahan perdebatan serta diragukan keberadaannya, karena tidak pernah ditemukan naskahnya. Namun walaupun demikian pengertian dari kitab Barencong itu sendiri dapat kita tinjau dan pahami dari dua sisi, yakni pemahaman secara tersurat dan secara tersirat. Secara tersurat boleh jadi kitab tersebut memang ada, berbentuk seperti umumnya sebuah buku dan ditulis bersama sebagai suatu konsensus keilmuan oleh Syekh Muhammad Arsyad dan Datu Sanggul (hal ini menggambarkan adanya pengakuan dari Syekh Muhammad Arsyad akan ketinggian ilmu tasawuf Datu Sanggul).
Kemudian secara tersirat dapat pula dipahami bahwa maksud kitab Barencong tersebut adalah simbol dari pemahaman ketuhanan Syekh Muhammad Arsyad yang mendasarkan tasawufnya dari langit turun ke bumi dan simbol pemahamanan tasawuf Datu Sanggul dari bumi naik ke langit. Maksudnya kalau Syekh Muhammad Arsyad belajar ilmu ketuhanan dan tasawuf berdasarkan ayat-ayat Alquran yang telah diwahyukan kepada Nabi Saw dan tergambar dalam Shirah hidup beliau, sahabat dan orang-orang sholeh sedangkan Datu Sanggul mengenal hakikat Tuhan berdasarkan apa-apa yang telah diciptakan-Nya (alam), sehingga dari pemahaman terhadap alam itulah menyampaikannya kepada kebenaran sejati yakni Allah, karena memang pada alam dan bahkan pada diri manusia terdapat tanda-tanda kekuasaan-Nya bagi mereka yang mentafakurinya. Dengan kata lain ilmu tasawuf Datu Sanggul adalah ilmu laduni yang telah dikaruniakan oleh Allah kepadanya. Karena itulah orang yang ingin mempelajari ilmu tasawuf pada dasarnya harus menggabungkan dua sumber acuan pokok, yakni berdasarkan wahyu (qauliyah) dan berdasarkan ayat-ayatNya “tanda-tanda” (qauniyah) yang terpampang jelas pada alam atau makhluk ciptaanNya.
Versi Kedua, menurut Zafri Zamzam (1974) Datu Sanggul yang dikenal pula sebagai Datu Muning adalah ulama yang aktif berdakwah di daerah bagian selatan Banjarmasin (Rantau dan sekitarnya), ia giat mengusahakan/memberi tiang-tiang kayu besi bagi orang-orang yang mendirikan masjid, sehingga pokok kayu ulin besar bekas tebangan Datu Sanggul di Kampung Pungguh (Kabupaten Barito Utara) dan pancangan tiang ulin di pedalaman Kampung Dayak Batung (Kabupaten Hulu Sungai Selatan) serta makam beliau yang panjang di Kampung Tatakan (Kabupaten Tapin) masih dikenal hingga sekarang. Salah satu karya spektakulernya yang masih dikenang hingga kini adalah membuat tatalan atau tatakan kayu menjadi soko guru masjid desa Tatakan, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Sunan Kalijaga ketika membuat soko guru dari tatalan kayu untuk masjid Demak. Tidak ada yang tahu siapa nama asli tokoh ini, sebutan Datu Sanggul adalah nama yang diberikan oleh Syekh Muhammad Arsyad ketika beliau menjawab tidak memakai ilmu atau bacaan tertentu, kecuali “hanya menjaga keluar masuknya nafas, kapan ia masuk dan kapan ia keluar”, sehingga dapat secara rutin pulang pergi sholat ke Masjidil Haram setiap hari Jumat.
Versi ketiga, berdasarkan buku yang disusun oleh H.M. Marwan (2000) menjelaskan bahwa nama asli Datu Sanggul adalah Syekh Abdus Samad, ia berasal dari Aceh (versi lain menyebutkan dari Hadramaut dan dari Palembang). Sebelumnya Datu Sanggul sudah menuntut ilmu di Banten dan di Palembang, ia menjadi murid ketiga dari Datu Suban yang merupakan mahaguru para datu yang ahli agama dan mendalami ilmu Tasawuf asal Pantai Jati Munggu Karikil, Muning Tatakan Rantau. Informasi lain yang berkembang juga ada yang menyatakan bahwa nama asli Datu Sanggul adalah Ahmad Sirajul Huda atau Syekh Jalil. Datu Sanggul atau Syekh Abdus Samad satu-satunya murid yang dipercaya oleh Datu Suban untuk menerima kitab yang terkenal dengan sebutan kitab Barincong, beliau juga dianggap memiliki ilmu kewalian, sehingga teristimewa di antara ketigabelas orang murid Datu Suban.
Datu Sanggul lebih muda wafat, yakni di tahun pertama kedatangan Syekh Muhammad Arsyad di Tanah Banjar. Berkat keterangan Syekh Muhammad Arsyad-lah identitas kealiman dan ketinggian ilmu Datu Sanggul terkuak serta diketahui oleh masyarakat luas, sehingga mereka yang asalnya menganggap “Sang Datu” sebagai orang yang tidak pernah shalat Jumat sehingga tidak layak untuk dimandikan, pada akhirnya berbalik menjadi hormat setelah diberitakan oleh Syekh Muhammad Arsyad sosok Datu Sanggul yang sebenarnya.
Banyak cerita yang lisan yang beredar di masyarakat berkenaan dengan keramat Datu Sanggul. Diceritakan bahwa Kampung Tatakan pernah dilanda Banjir, akibat hujan lebat, sehingga jalan-jalan di Kampung tergenang oleh air. Pas ketika hari Jumat, biasanya orang kalau mengambil air wudhu di sungai yang mengalir, dengan duduk di batang. Tetapi ketika Datu Sanggul datang dan berwudhu dalam penglihatan orang-orang di masjid beliau menceburkan diri ke sungai, tetapi anehnya ketika naik, badan beliau tidak basah.
Jamaah Masjid juga pernah menyaksikan ketika shalat, dalam beberapa menit tubuh Datu Sanggul melayang di udara dan hilang dari pandangan orang banyak. Riwayat juga ada menceritakan tentang berpindah-pindahnya kuburan dari Datu Sanggul dari beberapa tempat, sampai yang terakhir di Tatakan.
Berdasarkan paparan di atas menjadi satu catatan penting, untuk menggagas kembali penelitian sejarah yang mengungkapkan riwayat hidup tokoh sentral masyarakat Tapin ini secara detail, guna melengkapi dan memperkaya khazanah tulisan-tulisan yang sudah ada mengenai riwayat hidup, sejarah perjuangan dan kiprah beliau di Bumi Kalimantan, seperti “Riwayat Datu Sanggul dan Datu-Datu” oleh sejarawan Banjar Drs. H. A. Gazali Usman, atau pula “Manakib Datu Sanggul”, oleh H.M. Marwan. Tenut saja, agar generasi yang hidup di masa sekarang dan masa mendatang tidak pangling terhadap sejarah dan tokoh yang menjadi “maskot” daerah mereka. Dalam artian bukan maksud untuk mengagung-agungkan apalagi mengkultuskan mereka, tetapi untuk mengikuti jejak hidup, perjuangan dan akhlak postif sesuai prinsip ajaran agama yang telah ditorehkannya. Wallahua’lam.

datu suban

Datu suban sering disebut juga datu sya'iban ibnu zakaria zulkifli dgn ibunda bernama maisyarah, beliau hidup dikampung muning tatakan kabupaten tapin rantau kalimantan selatan, beliau semasa hidupnya mempunyai martabat tinggi dan mulia, peramah dan paling disegani yg patut diteladani oleh kita sebagai penerus dan pewaris yg hidup diabad modern ini.
Datu suban adalah guru dari semua datu orang muning,selain ahli ilmu tasawuf, datu suban juga ahli ilmu taguh (kebal), ilmu kabariat, ilmu dapat berjalan diatas air, ilmu maalih rupa, ilmu pandangan jauh, ilmu pengobatan, ilmu kecantikan, ilmu falakiah, ilmu tauhid dan ilmu firasat, dgn ilmu yang dimilikinya banyaklah org yg menuntut ilmu kepada beliau an yg paling terkenal ada 13 orang..
1.  Datu Murkat
2.  Datu Taming Karsa
3.  Datu Niang thalib
4.  Datu Karipis
5.  Datu Ganun
6.  Datu Argih
7.  Datu ungku
8.  Datu Labai Duliman
9.  Datu Harun
10.Datu Arsanaya
11.Datu Rangga
12.Datu Galuh Diang Bulan
13.Datu Sanggul
Diantara ilmu-ilmu yg selalu diajarkan dlm setiap kesempatan beliau selau mengajarkan ilmu mengenal diri (ilmu ma'rifat) dgn tarekat memusyahadahkan Nur Muhammad, hal ini tdklah mengherankan karena sebelum datu suban mengajarkan ajaran makrifat melalui tarekat Nur Muhammad ini, seorang ulama banjar yaitu syekh Ahmad Syamsuddin Al-Banjari telah menulis asal kejadian Nur Muhammad itu, yg naskahnya ditemukan oleh seorang orientalis bangsa Belanda R.O.Winested.
Datu suban dikenal sebagai wali Allah beliau memiliki karamah kasyaf yaitu terbukanya tabir rahasia bagi beliau sehingga dapat mengetahui sampai dimana kemampuan murid muridnya dlm menerima ilmu-ilmu yg diberikannya, seperti akan menyerahkan kitab pusaka yg kemudian hari dinamakan kitab barencong, kitab tsb beliau serahkan kepada Datu Sanggul (abdussamad), murid terakhir yg belajar kepada beliau, menurut pandangan kasyaf beliau hanya abdussamad lah yg dapat menerima, mengamalkan dan mengajarkannya,karamah beliau yg lain beliau mengetahui ketika akan tiba ajalnya, ketika dari mata beliau keluar sebuah sosok yg rupanya sangat bagus, bercahaya dan berpakaian hijau, ini berarti tujuh hari lagi beliau akan berpindah alam, empat hari kemudian dari tubuh datu suban keluar lagi cahaya berwarna putih amat cemerlang, besarnya sama dgn tubuh beliau dan berbau harum semerbak, ini berarti tiga hari lagi beliau akan meninggalkan dunia fana ini, oleh karena itu beliau segera mengumpulkan semua murid muridnya, setelah semua muridnya berkumpul beliau berkata, "Murid murid yg aku cintai, kalian jangan terkejut dengan panggilan mendadak ini, karena pertemuan kita hanya hari ini saja lagi, nanti malam sekitar jam satu tengah malam aku akan meninggalkan dunia yg fana ini, hal ini sudah tidak bisa ditunda tunda lagi, karena ketentuan ALLAH telah berlaku". Kemudian beliau membacakan firman ALLAH surat An-Nahal ayat 61 yang berbunyi: "Apabila sudah tiba waktu yang ditentukan maka tidak seorang pun yang dapat mengundurkannya dan juga tidak ada yang dapat mendahulukannya." mendengar ucapan beliau itu semua yg hadir diam membisu seribu bahasa.
"Nah,waktuku hampir tiba"kata Datu suban memecah kesunyian itu.
"Mari kita berzikir bersama sama untuk mengantarkan kepergianku"kata Datu Suban lagi. Semua murid dipimpin oleh beliau serentak mengucapkan zikir "Hu Allah...Hu Allah...Hu Allah..."
"Perhatikanlah ..apabila aku turun kurang lebih 40 hasta sampai pada batu berwarna merah sebelah dan hitam sebelah, aku berdiri disana nanti, maka pandanglah aku dengan sebenar benarnya,yang ada ini atau yang tiada nanti, lihatlah akau ada atau tiada, kalau ada masih diriku ini tidak menjadi tiada, berarti ilmu yang kuajarkan kepada kalian belum sejati, tetapi bila aku menjadi tiada berarti ilmu yangkuajarkan kepada kalian adalah ilmu sejati dan sempurna".
Setelah berkata demikian beliau diam, kemudian meletuslah badan Datu Suban dan timbul asap putih, hilang asap putih timbul cahaya (nur) yang memancar mancar sampai keatas ufuk yang tinggi,kemudian lenyap ditelan kemunculn cahaya rembulan. Semua yang hadir takjub menyaksikan kejadian itu,kemudian terdengar gemuruh ucapan murid murid beliau...Inna lillahi wainna ilaihi raaji'uun

datu landak

Datu Landak, yang nama aslinya adalah Syekh Muhammad Afif, lahir di desa Dalam pagar, Martapura, Kabupaten Banjar. Beliau merupakan buyut (cicit) dari Datu Kalampayan (Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari). Ada pun silsilah beliau adalah : Muhammad Afif bin Qadhi, H. Mahmud bin Asiah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, beliau sangat alim dan taat menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang beliau anut, karena itu oleh Allah beliau diberikan karamah atau kesaktian. Pada tahun 1897 masyarakat Dalam Pagar ingin mendirikan masjid, Datu Landak diberikan kepercayaan untuk mencari kayu ulin yang akan di jadikan tiang utama msjid tersebut.
           Dengan ditemani oleh Khalid, Idrus dan Lotoh berangkatlah beliau menuju Kalimantan Tengah. Dalam perjalanan yang memakan waktu berbulan2 lamanya itu, beliau sering menemui gangguan dari suku dayak. Terkadang menjadi bentrokkan fisik antara datu landak dengan penduduk setempat. Peristiwa yang beliau alami itu, terutama halangan dan rintangan dapat beliau atasi. Berkat kesabaran dan kegigihan beliau, akhirnya kayu ulin atau pohon ulin dapat ditemukan, pohon tersebut menurut cerita hanya dicabut saja oleh Datu Landak, bukan ditebang seperti biasanya, kemudian ditarik oleh beliau dengan tangan sendiri menuju ke sungai Barito. Setelah di ikat kayu itupun dihanyutkan di sungai tersebut. Konon bekas geseran pohon yang beliau tarik atau seret itu menjadi sungai kecil yang mengeluarkan intan yang banyak sekali. Oleh beliau intan2 itu dikumpulkn dan di tanam kembali ke dalam tanah, disekelilingnya beliau pagar dengan rumput bamban. Setelah itu beliau kembali ke Dalam Pagar, Martapura. Pada hari yg telah disepakati yaitu tepatnya pada hari minggu diputuskan untuk memancangkan empat tiang utama. Namun yang menjadi masalah bagaimana mendirikan keempat tiang itu, karena ke empat tiang utama tersebut besar dan panjangnya sama dengan tiang guru Masjid Suriansyah di Kuin Banjarmasin, karena ketika itu belum ada alat pengangkat canggih seperti sekarang ini. ''Tidak usah bingung, saya yang akan mengangkatnya'' kata Datu Landak. Semua yang hadir jadi terdiam, ingin tahu apa yang akan diperbuat Datu Landak..''Puk..! Puk...!'' beliau menepukkan tangan ketanah dan kempat tiang utama kayu ulin itu serentak tegak berdiri dengan sendirinya sesuai dengan yg diinginkan.  Menyaksikan Kesaktian beliau itu orang2 yang hadir pada saat itu serentak mengucapkan " Allahu Akbar".